“DENGAN SEMANGAT PERLAWANAN, KITA KEMBALIKAN KEDAULATAN MAHASISWA UNTUK MENJADI PAHLAWAN TANPA TANDA JASA”

Setiap tahun setiap tanggal 10 November Bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Sebuah hari dimana kita kembali merefleksikan perjuangan-perjuangan pahlawan kita yang telah gugur di medan perang dalam merebut dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Upacara bendera, karnaval-karnaval dengan kostum kepahlawanan serta berbagai perayaan lain menjadi rutinitas Bangsa ini untuk memperingati Hari Pahlawan. Apakah hanya sampai disitu? Apakah hanya dengan berdiri berbaris rapi untuk Upacara Bendera, ataukah hanya dengan memakai kostum-kostum yang mirip dengan pahlawan saja bentuk refleksi kita terhadap perjuangan para Pahlawan? Jika kita adalah anak TK, SD, SMP, maupun SMA memang pantas melakukannya. Tapi sebagai mahasiswa, apakah hanya sebatas itu kita memaknai Hari Pahlawan?? Tentu sebagai Mahasiswa yang notabene memiliki tingkat intelektual yang lebih tinggi dari masyarakat lain yang tidak memiliki kesempatan belajar yang lebih tinggi seperti kita, harusnya Mahasiswa mampu memaknai Hari Pahlawan lebih dari sekaar apa yang dilakukan orang lain.

            Apa sih yang kita ilhami dari Para Pahlawan? Simbol-simbol kepahlawanannya? Ataukah semangat perlawanan yang mereka lakukana? Jika memang hanya simbol-simbol kepahlawanan yang kita maknai dari Para Pahlawan, maka sangat wajar jika refleksi kita hanyalah sekedar merayakannya dengan Upacara, karnaval, maupun konser-konser dengan tema kepahlawanan. Akan tetapi jika kita memaknai Hari Pahlawan tidak hanya sekedar refleksi tetapi juga sebuah aksi nyata dengan mewarisi “API Kepahlawanan” mereka, maka kita tidak akan berhenti pada kegiatan-kegiatan itu saja. Harusnya dengan momentum Hari Pahlawan ini, Mahasiswa harus bangkit dari kenyamanan dan menyingsingkan lengan untuk kembali berjuang dan melawan sebagai Pahlawan tanpa tanda jasa.

            Persoalan-persoalan Kampus yang sedemikian kompleksnya telah mengkebiri Mahasiswa hanya sebagai mesin penccari ilmu bukan Mahasiswa yang benar-benar mahasiswa. Mulai dari UKT, hingga pembatasan kuliah hanya sampai 5 Tahun telah mempertegas perebutan kedaulatan bagi Mahasiswa. Dengan regulasi-regulasi yang semacam itu, Mahasiswa dipaksa hanya fokus berkuliah tanpa memperhatikan fungsinya yang lain, seperti mengabdi kepada masayarakat. Bukan hanya UKT dan Kuliah 5 Tahun, MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) juga ikut mendukung semakin hilangnya mahasiswa sebagai pejuang-pejuang muda Bangsa. MEA yang berdampak pada liberalisasi pendidikan dan menigkatkan biaya kuliah serta mengakibatkan Mahasiswa dididik untuk menjadi mesin-mesin produksi semakin memperjelas perampasan kedaulatan Mahasiswa. Buku Panduan Organisasi Mahasiswa yang seharusnya menjadi sebuah pedoman bagi Mahasiswa untuk belajar dan berorganisasi nyatanya malah mengkebiri kebebasan Mahasiswa dalam berorganisasi. Serta banyak persolan-persolan lainnya.  Sebagai bentuk aksi nyata maka “Dengan semangat perlawanan, kembalikan kedaulatan Mahasiswa UNESA untuk menjadi pahlawan tanpa tanda jasa”