Tidak jarang kita mendengar istilah
kelompok “kanan” dan “kiri” dalam sebuah perbincangan politik. Istilah yang
banyak digunakan dalam menggambarkan kekuatan politik ini sering kali disalah
tafsirkan. Kiri menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Marxisme.
Saking eratnya hubungan antara ”kiri” dan Marxisme, istilah “kiri” diartikan
sebagai Marxisme itu sendiri. Begitu pula dengan “kanan” yang selalu dikaitkan
dengan kekuatan politik yang didasarkan pada agama.
Agak berlebihan memang
menganologikan kiri=marxisme dan kanan=agama. Meski ada benarnya, tapi perlu
kita ketahui bahwa tidak semua kelompok “kiri’ adalah marxis dan tidak semua kelompok
“kanan”adalah agamawan. Marxis hanyalah satu diantara beberapa kelompok yang
bisa dikategorkan sebagai kelompok kiri. Begitu pula dengan agamawan yang hanya
menjadi satu bagian dari berbagai macam kelompok kanan.
Secara genealogis, istilah “kiri”
dan “kanan” digunakan untuk membagi kekuatan politik. Poin paling penting dalam
pembagian kekuatan politik menjadi dua kelompok adalah sikap mereka dalam merespon
perubahan terhadap kondisi politik yang ada (jika kita artikan politik sebagai
sebuah usaha untuk menjalankan negara, maka perubahan yang dimaksud adalah
perubahan terhadap tatanan negara secara makro, misal sistem pemerintahan,
ideologi negara, atau grand design pembangunan
negara).
Istilah kelompok “kiri” dan “kanan”
pertama kali dikenal di Perancis. Di dalam sidang Palemen, Kelompok yang
membela kelompok Kerajaan biasa duduk di sebelah kanan sehingga disebut
kelompok sayap kanan. Sementara itu, kelompok yang menginginkan perubahan dan
menentang Kerajaan duduk di sebelah kiri sehingga disebut kelompok sayap kiri.
Posisi duduk inilah yang memulai penggunaan sebutan kelompok “kanan” dan “kiri”
dalam membedakan kekuatan politik. Setelah Revolusi Perancis, posisi duduk yang
demikian bertahan. Kelompok yang ingin mempertahankan kapital kepemilikan lahan
pertanian duduk di sebelah kanan, sementara kelompok yang menginginkan agar lahan pertanian dikerjakan kolektif duduk
di sebelah kiri. Meski saat ini posisi duduk di parlemen tidak seperti saat
itu, istilah kelompok “kanan” melekat kepada kelompok konservatif yang ingin
mempertahankan kondisi dan istilah kelompok “kiri” melekat kepada kelompok yang
menerima perubahan terhadap kondisi.
Berkembangnya Marxisme pada akhir
abad 19 dan awal abad 20 merubah istilah kelompok “kiri’ sebagai “milik”
kelompok yang menggunakan marxisme sebagai ideologi perjuangannya. Hal ini
menyusul kemenangan Kaum Proletar Rusia dibawah pimpinan Lenin (yang merupakan
salah satu tokoh utama marxisme) yang berhasil menumbangkan Tsar yang semakin
menegaskan bahwa kiri=marxisme. Kondisi ini ikut memepengaruhi pergeseran makna
kelompok “kanan”. Dikarenakan pada saat marxisme (yang menyerukan perubahan)
berkembang pesat selalu bertentangan dengan kelompok agamawan (yang ingin
mempertahankan kondisi), maka istilah “kanan “ yang merupakan lawan politiknya
bergeser menjadi kanan=agama.
Dalam kajian politik kontemporer,
kelompok “kiri” sudah tidak melulu diartikan sama dengan marxisme, begitu pula
dengan kelompok “kanan” tidak selalu sama dengan agama. Dalam kajian politik
kontemporer ini, istilah kelompok “kiri” diberikan kepada kelompok yang selalu
menginginkan perubahan terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik, dan budaya
yang ada. Tidak peduli anda seorang marxis tulen atau seorang yang alim, atau
bahkan anda adalah seorang Liberal sekalipun, jika anda menginginkan dan
menerima perubahan terjadi, maka anda adlaah kiri. Sedangkan istilah kelompok
“kanan” diberikan kepada mereka yang ingin mempertahankan kondisi sosial,
ekonomi, politik, dan budaya yang ada atau memepetahankan status quo. Jika anda adalah
seorang konservatif, orang yang ingin kondisi tetap sebagaimana mestinya meski
anda seorang Atheis maka anda adalah
kanan.
Dalam konteks politik praktis,
kelompok kanan dicerminkan oleh Partai Republik di Amerika Serikat, Partai
Konservatif Inggris, Gereja Katolik Roma, kepemimpinan di Korea Utara dan Arab
Saudi, Wahabi dan kelompok-kelompok lain yang ingin mempertahankan kondisi yang
ada dan menentang perubahan. Sementara itu, kelompok Kiri dicerminkan oleh
Partai Buruh di Inggris, Partai Komunis Rusia, Partai sosial Demokrat di
Jerman, Austria, dan Swedia.
Dalam praktik, kelompok kanan
cenderung konservatif, otoriter, Monarki, eksklusif, dan berpihak pada kelompok
borjuasi. Hal ini dikarenakan kelompok kanan memang berusaha untuk
mempertahankan status quo yang ada.
Dengan prinsip yang semacam itu, tentu kelompok kanan akan mempertahankan
kekuasaaannya dengan cara apapun. Politisi akan menjadi otoriter agar tidak ada
yang berani menentang sikap politiknya. Seorang ekonom akan berpihak kepada
pemodal, karena pada dasarnya mereka berasumsi bahwa hanya pemodal yang bisa membuat
perekonomian tetap berjalan dan stabil.
Seorang sosiolog kanan akan mempertahankan kondisi sosial yang ada
karena perubahan sosial akan memicu konflik sosial. Sementara seorang agamawan
kanan akan menolak perubahan budaya agar mereka tetap dianggap sebagai pembawa
kebenaran.
Berbeda dengan kelompok kiri yang menerima perubahan sebagai
bagian dari perkembangan zaman. Kelompok liberal adalah salah satu potret utama
kelompok kiri, selain kaum marxis. Pada dasarnya kelompok kiri menerima
perubahan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang ada. Kelompok kiri lebih
dinamis dengan berbagai macam aliran. Aliran utama dalam kelompok kiri adalah
“kiri liberal” dan “kiri marxis”. Secara garis besar, kedua aliran tersebut
dibedakan berdasarkan pada tujuan perubahan yang ingin dicapai. Kiri liberal
lebih mengedepankan kebebasan individu, yang artinya mengarahkan perubahan yang
hendak dicapai untuk kebebasan individu. Sementara kiri marxis lebih
mengedepankan kebebasan individu kolektif, yang artinya mengarahkan perubahan
yang hendak dicapai pada kebebasan individu secara kolektif (bersama-sama).
Ciri khas dari kelompok kiri adalah keberpihakannya pada Rakyat dan kaum
minoritas lain.
Presiden Soekarno pernah berkata, “Orang
Kiri adalah mereka jang menghendaki perobahan kekuasaan kapitalis, imperialis
jang ada sekarang. Kehendak untuk menjebarkan keadilan sosial adalah kiri. Ia
tidak perlu Komunis. Orang kiri bahkan dapat bertjektjok dengan orang Komunis.
Kiriphobi, penjakit takut akan tjita-tjita kiri, adalah penjakit jang kutentang
habis-habisan seperti Islamophobi. Nasionalisme tanpa keadilan sosial mendjadi
nihilisme.”(Cindy
Adams, 1966:100)
Di indonesia saat ini, Political Spectrum yang semacam ini
tidak terlalu terlihat. Hanya ketika masa pra-kemerdekaan dan era kepemimpinan
Presiden Soekarno Political Spectrum yang
semacam ini begitu terlihat. Meski pembedanya masih mengikuti pandangan awal kelompok
“kanan” dan “kiri”, yaitu didasarkan pada ideologi yang mendasarinya, antara
agama dan marxis. Political Sectrum di
Indonesia pada era Soekarno bisa dilihat dengan munculnya partai politik besar,
seperti Masyumi, Nahdatul Ulama yang dianggap Kanan dan PKI, PSI, Partai Murba
yang dianggap Kiri. Yang menarik adalah kehadiran PNI yang tidak mau dianggap
kanan atau kiri.
Meski tidak bisa dijadikan sebuah
narasi dasar bagi pembentukan paradigma politik, penafsiran istilah “kanan” dan “kiri” perlu untuk
diluruskan kembali melihat kondisi Indonesia yang mengalami kiriphobia sejak era Soeharto. Selain
itu ada juga kelompok “tengah” yang bersifat moderat dan tidak mau disebut
“kanan” atau “kiri”. Kelompok ini menjunjung semangat “menerima perubahan
dengan tidak meninggalkan akar perubahan yang ada”. Kelompok tengah dipandang
pragmatis dan cenderung oportunis. Kelompok ini dicerminkan oleh Partai
Demokrat DI Amerika, Parati Nasional Perancis, Dan banyak Partai di indonesia.
Begitulah sedikit gambaran mengenai
istilah kelompok “kanan” dan kelompok “kiri”. Semoga kita tidak lagi salah
sebut dan berlaku layaknya Hakim yang suka memvonis sebuah kelompok tanpa
pernah tahu penjelasan dan fakta. Jika disuruh memilih kelompok mana yang cocok
bagi saya, maka saya akan memilih……….. Ah…..Sudahlah…..
Semoga bermanfaat.
Merdeka!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar