Walaupun
sudah selesai, tapi Pemilu tahun 2014 masih banyak meninggalkan cerita yang
dapat kita maknai baik sebagai pelajaran, bahan diskusi, hingga
guyonan-guyonan. Dari sekian banyak dan panjangnya cerita tentang Pemilu 2014
ini, ada satu momen yang membuat saya terkesan hingga ingin untuk membahasnya
dalam tulisan ini.
Dalam
Pemilu, koalisi adalah hal yang biasa terjadi. Seperti halnya Pemilu pada
tahun-tahun sebelumnya, koalisi selalu mewarnai kompetisi untuk menjadi yang
nomor satu di Negeri ini.
Bukan hanya sekadar subjek yang terlibat dalam
koalisi yang membuat hal ini menarik, akan tetapi proses terbentuknya koalisi
juga sangat menarik untuk diikuti. Dalam membentuk sebuah koalisi, ada beberapa
hal yang menjadi takarannya. Mulai dari kesamaan pandangan politik, kedekatan
sejarah, hingga kesamaan kepentingan merupakan beberpa takaran yang digunakan
oleh sebuah Parpol dalam membentuk koalisi. Pemilu 2009 yang lalu berhasil
membentuk 2 koalisi besar yang akhirnya dimenangkan oleh koalisi pimpinan Partai
Demokrat. Selain menguasai lembaga Eksekutif koalisi ini juga sangat nyaman
menguasai lembaga legislatif dengan menjadi mayoritas.
Pada
Pemilu tahun ini, 2 koalisi besar juga terbentuk. Koalisi poros Gerindra yang
menguasai Parlemen dan poros PDIP yang menjadi minoritas di parlemen saling
berkompetisi untuk mendapatkan kursi RI 1. Berbekal perolehan suara pada Pemilu
legislatif, Parpol-parpol ini saling mencari kawan yang mau di ajak bekerja
sama. Sama-sama mengusung misi koalisi tanpa syarat, kedua koalisi ini cukup
sengit dalam berkompetisi. Dengan mengesampingkan kompetisi kedua koalisi
tersebut, ada hal yang bebeda dari catatan sejarah koalisi pada pemilu di
Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam Pemilu di Indonesia, beberapa Parpol
yang berkoalisi sepakat untuk mempermanenkan koalisinya. Mereka saling berikrar
untuk tetap bersama dalam satu barisan apapun hasil Pemilu Presiden. Koalisi
permanen yang diusung poros Gerindra inipun mereka beri nama koalisi Merah
Putih.
Bukan
bermaksud untuk merendahkan koalisi Merah Putih, saya agak merasa aneh dengan
tindakan yang dilakukan oleh koalisi
ini. Mengapa aneh? Tentu saja kita semua tahu bahwa tidak ada kawan dan musuh
ang abadi dalam politik, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. Pemahaman
yang seperti ini memang bukan hanya sekadar teori belaka, tetapi pemahaman ini
sudah dibuktikan pada Pemilu-pemilu sebelumnya. Pada 2004, Golkar dengan rela
hati bergabung dengan koalisi Pemerintah setelah pasangan calon yang diusungnya
kalah dalam Pemilu Presiden. Selain tindakan Golkar pada 2004, secara logika
memang pemahaman ini benar.
Setiap Partai
Politik pasti memiliki azas dan azas perjuangan yang berbeda-beda. Artinya
adalah setiap Partai Politik mempunyai ideologi dan cara memperjuangkan
ideologi mereka sendiri-sendiri. Secara sederhana perbedaan tersebut dapat
dilkihat dari Nama maupun lambang Parpol yang ada. Dengan kedua takaran ini
saja, akan membuat pandangan dan cara berpolitik mereka berbeda. Lantas,
mengapa ada koalisi? Koalisi dalam kinteks ini yang diartikan sebagai kerja
sama antar Parpol untuk mewujudkan kepentingan mereka atau untuk menang dalam
Pemilu memang dibutuhkan sebagai kendaraan. Dengan berkoalisi, Papol bisa
menutupi kekurangannya dan mengkonkritkan barisan untuk menang.
Hal yang
membuat saya terkesan darii koalisi Merah Putih adalah sifatnya yang permanen.
Dengan mempermanenkan diri, mereka telah berjanji untuk selalu bekerja sama
dalam pemilu. Dengan kata lain, mereka akan selalu bekerja sama untuk
mewujudkan tujuan koalisi yang telah dibentuk. Mengapa saya terkesan? Berbekal
pemahaman bahwa tidak ada kawan dan musuh yang abadi dalam politik, yang ada
hanyalah kepentingan yang abadi, maka koalisi permanen adalah hal yang lucu.
Mengapa lucu? Karena koalisi permanen akan mengikat mereka untuk selalu
mempunyai kepentingan yang sama. Sementara mereka memiliki latar belakang dan
ideolagi yang berbeda-beda seperti yang sudah saya ungkapkan di atas.
Mungkin mereka
bermaksud untuk mengesampingkan kepentingan Parpol masing-masing dan
mengutamakan kepentingan Bangsa ini. Karena dengan selalu bersama dalam satu
barisan mereka dapat menjaga stabilitas politik Bnagsa ini. Persatuan dan
kesatuan Parpol memang sangat baik untuk perkembangan Bangsa ini karena mereka
akan saling mengkoreksi dan koreksi akan lebih mudah jika mereka terikat dalam
norma yang sama. Tapi hal yang lucu dari semua itu adalah mengapa mereka tidak
fusi saja. Mengapa Parpol yang terlibat dalam koalisi permanen tidak melebur
menjadi satu Parpol saja. Bukankah tujuan mereka adalah untuk bersatu dalam
membangun Bangsa dan Negara ini?
Bukan
bermaksud untuk mengkerdilkan kearifan mereka dalam membentuk koalisi permanen
ini, tapi menurut saya koalisi permanen adalah hal yang sangat tanggung.
Seharusnya mereka melebur saja menjadi satu Parpol. Toh sama saja kan. Selamanya mereka tidak
akan berbeda pandangan tentang sikap-sikap politik karena sudah berikrar untuk
berkoalisi secara permanen. Bukankah lebih efisien jika dalam satu Parpol.
Kalau boleh
memberi saran kepada Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang ada dalam Parpol koalisi
permanen, saya rasa sampean-sampean fusi saja biar lebih konkrit. Karena kalau
sampean masih memakai baju yang berebeda, ego kepartaian masih sangat kental.
Akan ada yang merasa mendominasi dan didominasi. Jangan lupa juga kalau
ideologi dan taktik perjuangan sampean-sampean itu berbeda. Walaupun diikat
oleh norma yang diciptakan oleh koalisi, tetapi perbadaan dasar pikiran tiap
partai yang berbeda akan merepotkan kerja sampean-sampean dalam mewujudkan
tujuan koalisi. Lebih baik satu Partai, satu komando, satu tujuan. Saya bukan
pendukung pendukung siapa-siapa, saya hanya mencoba untuk berbicara objektif
sebagai rakyat biasa. Mau percaya ya monggo mau tidak percaya ya ra popo J
Semoga Bermanfaat....
MERDEKA !!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar