Ekspektasi
akan terbangunnya Bangsa yan cerdas seperti amanat UUD 1945 dengan tatanan
masyarakat yang maju secarea ekonomi, politik dan kebudayaan yang tercermin
dalam penghidupan yang adil, sejahtera dan berdaulat, sampai saat ini belum bisa
terwujud. Mengapa demikian? Pertanyaan ini sebenarnya hanya bisa dijawab oleh
mereka yang kita sebut pemerintah. Pendidikan, itulah jawaban dari semuanya. Pendidikanlah
yang mampu mewujudkan ekspektasi di atas. Hanya dengan pendidikanlah Bangsa
yang cerdas dapat terwujud. Pendidikan yang seperti apa? Tentu saja pendidikan
gratis, ilmiah dan demokratis. Pendidikan yang seperti ini belumlah terjadi di
Indonesia. Kita bisa melihatnya dengan sistem pendidikan di Indonesia yang
memang ditujukan untuk mencari profit semata.
Pendidikan di Indonesia sudah menjadi sebuah komoditi yang harus diperjual belikan.
Hari
ini, jumat 2 Mei 2014 kembali kita memperingati Hari Pendidikan Nasional
(HARDIKNAS). Hari yang selama ini kita peringati sebagai momentum lahirnya
pendidikan yang benar-benar pendidikan. 2 Mei merupakan hari lahirnya Bapak
Pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri lembaga
pendidikan untuk kaum pribumi pertama dengan nama Taman Siswa. HARDIKNAS juga
kita pringati sebagai lahirnya pendidikan dengan tujuan untuk memanusiakan
manusia ini harusnya mampu menjadi refleksi bagi kita semua (Rakyat dan
Pemerintah) dalam membangun sebuah sistem pendidikan untuk Bangsa ini.
Di
Surabaya, beberapa kegiatan dilakukan untuk memperingati HARDIKNAS. Upacara bendera
yang setiap tahun kita lakukan masih menjadi kegiatan favorit masyarakat dalam
menyambut HARDIKNAS. Begitu pula dengan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi
Perjuangan Mahasiswa (APN) juga menyambut HARDIKNAS dengan melakukan demonstrasi
seperti tahun lalu. Demonstrasi yang dilakukan dengan berjalan kaki dari
MONKASEL-Grahadi-Dispendikbud Jatim ini mengangkat isu mengenai UU PT dengan UKTnya,
Unas, SK Dirjen Dikti No. 26 Tahun 2012 tentang pelarangan organisasi ekstra
kampus hingga perealisasian 20% APBN Untuk pendidikan.
Yang
menarik dari isu yang ditawarkan kawan-kawan APN adalah pencabutan UKT serta
realisasi 20% APBN untuk pendidikan. Pencabutan UKT menjadi menarik di mata
saya karena memang baru tahun ini kebijakan yang ditelurkan dari UU PT ini
direalisasikan secara nasional. Pro kontra mengenai UKT ini sebenarnya masih
banyak terjadi. Di beberapa kampus, kebijakan ini mengalami penolakan. Yang menjadi
ironi pada pelaksanaan UKT adalah ketidak siapan kampus dalam mengeksekusinya. Di
Universitas Negeri Surabaya contohnya, di kampus yang banyak melahirkan guru
ini pelaksanaan UKT bisa dikatakan carut marut. Subsidi silang yang diharapkan
terjadi antara si miskin dan si kaya nyatanya tidak terjadi. Saya katakan subsisdi
silang tersebut tidak terjadi karena kuata golongan 1 dan golongan 2 dimasukan
ke dalam kuota bidik misi. Padahal bidik mis seharusnya mendapat kuota sendiri
diluar penggolongan yang ada. Sisanya dimasukan kedalam golongan 3, 4, dan 5. Bila
yanng terjadi seperti ini, dimana letak subsidi silangnya? Kan si miskin sudah
dibiayai negara. Lantas sisa biaya kuliah tunggal mahasiswa golongan 3, 4, dan
5 dimana? Jika dilihat dari total biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa selama
8 semester naik dari tahun lalu. Apakah ini yang dinamakan kebijakan yang pro
rakyat?
Berbicara
mengenai realisasi 20% APBN untuk pendidikan memang terjadi. Akan tetapi tidak
tapat sasaran. Kebanyakan uang tersebut dikeluarkan untuk belanja pegawai,
yaitu gaji Guru dan Dosen. Dengan demikian apakah masih layak kita katakan jika
biaya yang dikeluarkan Negara untuk pendidikan adalah 20%? Jika memang anggaran
pendidikan 20% dari APBN, maka kita bisa sekolah dari SD sampai Perguruan
tinggi dengan gratis. Seiring dengan vitalnya hal tersebut, hal ini sangat
menarik untuk kita kaji bersama.
Memang
masih banyak lagi tuntutan kawan-kawan APN dalan memperingati HARDIKNAS ini. Sangat
banyak yang harus kita koreksi dari sistem pendidikan kita. Terutama sikap
birokrasi yang seakan tidak mau mengakui salahnya dan membuka pembicaraan
dengan seluruh elemen pendidikan termasuk mahasiswa. Bahkan nyang sangat ironis
adalah ketika kawan-kawan dari Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAM) UNESA melakukan
aksi pada pagi tadi, mereka di intimidasi oleh pihak birokrasi kampus dengan mengancam akan menskorsing massa aksi yang
terlibat. Apakah ini yang dinamakan demokratisasi dalam dunia pendidikan? Apakah
ini yang dinamakan pendidikan untuk menciptakan peradaban Indonesia yang
unggul? Bagaimana pelajar dapat menciptakan peradaban yang unggul jika
orang-orang yang mereka anggap sebagai “Guru” yang menciptakan pendidika hari
ini bersikap seperti itu?
BANGUN PERSATUAN GERAKAN
MAHASISWA MELAWAN LIBERALISASI, KOMERSIALISASI, DAN KAPITALISASI PENDIDIKAN DA
WUJUDKAN PENDIDIKAN YANG GRATIS, ILMIAH, DEMOKRATIS SERTA BERVISI KERAKYATAN
SEHINGGA BENAR-BENAR TERCIPTA BANGSA YAN CERDAS SEPERTI AMANAT UUD 1945 DENGAN
TATANAN MASYARAKAT YANG MAJU SECAREA EKONOMI, POLITIK DAN KEBUDAYAAN YANG
TERCERMIN DALAM PENGHIDUPAN YANG ADIL, SEJAHTERA DAN BERDAULAT!!!
Semoga bermanfaat...
MERDEKA !!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar