Jumat, 02 Mei 2014

Cabut UKT dan Realisasikan 20% APBN untuk Pendidikan


                Ekspektasi akan terbangunnya Bangsa yan cerdas seperti amanat UUD 1945 dengan tatanan masyarakat yang maju secarea ekonomi, politik dan kebudayaan yang tercermin dalam penghidupan yang adil, sejahtera dan berdaulat, sampai saat ini belum bisa terwujud. Mengapa demikian? Pertanyaan ini sebenarnya hanya bisa dijawab oleh mereka yang kita sebut pemerintah. Pendidikan, itulah jawaban dari semuanya. Pendidikanlah yang mampu mewujudkan ekspektasi di atas. Hanya dengan pendidikanlah Bangsa yang cerdas dapat terwujud. Pendidikan yang seperti apa? Tentu saja pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis. Pendidikan yang seperti ini belumlah terjadi di Indonesia. Kita bisa melihatnya dengan sistem pendidikan di Indonesia yang memang ditujukan untuk mencari profit semata. Pendidikan di Indonesia sudah menjadi sebuah komoditi yang harus diperjual belikan.

                Hari ini, jumat 2 Mei 2014 kembali kita memperingati Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS). Hari yang selama ini kita peringati sebagai momentum lahirnya pendidikan yang benar-benar pendidikan. 2 Mei merupakan hari lahirnya Bapak Pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri lembaga pendidikan untuk kaum pribumi pertama dengan nama Taman Siswa. HARDIKNAS juga kita pringati sebagai lahirnya pendidikan dengan tujuan untuk memanusiakan manusia ini harusnya mampu menjadi refleksi bagi kita semua (Rakyat dan Pemerintah) dalam membangun sebuah sistem pendidikan untuk Bangsa ini.
                Di Surabaya, beberapa kegiatan dilakukan untuk memperingati HARDIKNAS. Upacara bendera yang setiap tahun kita lakukan masih menjadi kegiatan favorit masyarakat dalam menyambut HARDIKNAS. Begitu pula dengan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Mahasiswa (APN) juga menyambut HARDIKNAS dengan melakukan demonstrasi seperti tahun lalu. Demonstrasi yang dilakukan dengan berjalan kaki dari MONKASEL-Grahadi-Dispendikbud Jatim ini mengangkat isu mengenai UU PT dengan UKTnya, Unas, SK Dirjen Dikti No. 26 Tahun 2012 tentang pelarangan organisasi ekstra kampus hingga perealisasian 20% APBN Untuk pendidikan.
                Yang menarik dari isu yang ditawarkan kawan-kawan APN adalah pencabutan UKT serta realisasi 20% APBN untuk pendidikan. Pencabutan UKT menjadi menarik di mata saya karena memang baru tahun ini kebijakan yang ditelurkan dari UU PT ini direalisasikan secara nasional. Pro kontra mengenai UKT ini sebenarnya masih banyak terjadi. Di beberapa kampus, kebijakan ini mengalami penolakan. Yang menjadi ironi pada pelaksanaan UKT adalah ketidak siapan kampus dalam mengeksekusinya. Di Universitas Negeri Surabaya contohnya, di kampus yang banyak melahirkan guru ini pelaksanaan UKT bisa dikatakan carut marut. Subsidi silang yang diharapkan terjadi antara si miskin dan si kaya nyatanya tidak terjadi. Saya katakan subsisdi silang tersebut tidak terjadi karena kuata golongan 1 dan golongan 2 dimasukan ke dalam kuota bidik misi. Padahal bidik mis seharusnya mendapat kuota sendiri diluar penggolongan yang ada. Sisanya dimasukan kedalam golongan 3, 4, dan 5. Bila yanng terjadi seperti ini, dimana letak subsidi silangnya? Kan si miskin sudah dibiayai negara. Lantas sisa biaya kuliah tunggal mahasiswa golongan 3, 4, dan 5 dimana? Jika dilihat dari total biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa selama 8 semester naik dari tahun lalu. Apakah ini yang dinamakan kebijakan yang pro rakyat?
                Berbicara mengenai realisasi 20% APBN untuk pendidikan memang terjadi. Akan tetapi tidak tapat sasaran. Kebanyakan uang tersebut dikeluarkan untuk belanja pegawai, yaitu gaji Guru dan Dosen. Dengan demikian apakah masih layak kita katakan jika biaya yang dikeluarkan Negara untuk pendidikan adalah 20%? Jika memang anggaran pendidikan 20% dari APBN, maka kita bisa sekolah dari SD sampai Perguruan tinggi dengan gratis. Seiring dengan vitalnya hal tersebut, hal ini sangat menarik untuk kita kaji bersama.
                Memang masih banyak lagi tuntutan kawan-kawan APN dalan memperingati HARDIKNAS ini. Sangat banyak yang harus kita koreksi dari sistem pendidikan kita. Terutama sikap birokrasi yang seakan tidak mau mengakui salahnya dan membuka pembicaraan dengan seluruh elemen pendidikan termasuk mahasiswa. Bahkan nyang sangat ironis adalah ketika kawan-kawan dari Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAM) UNESA melakukan aksi pada pagi tadi, mereka di intimidasi oleh pihak birokrasi kampus dengan  mengancam akan menskorsing massa aksi yang terlibat. Apakah ini yang dinamakan demokratisasi dalam dunia pendidikan? Apakah ini yang dinamakan pendidikan untuk menciptakan peradaban Indonesia yang unggul? Bagaimana pelajar dapat menciptakan peradaban yang unggul jika orang-orang yang mereka anggap sebagai “Guru” yang menciptakan pendidika hari ini bersikap seperti itu?
BANGUN PERSATUAN GERAKAN MAHASISWA MELAWAN LIBERALISASI, KOMERSIALISASI, DAN KAPITALISASI PENDIDIKAN DA WUJUDKAN PENDIDIKAN YANG GRATIS, ILMIAH, DEMOKRATIS SERTA BERVISI KERAKYATAN SEHINGGA BENAR-BENAR TERCIPTA BANGSA YAN CERDAS SEPERTI AMANAT UUD 1945 DENGAN TATANAN MASYARAKAT YANG MAJU SECAREA EKONOMI, POLITIK DAN KEBUDAYAAN YANG TERCERMIN DALAM PENGHIDUPAN YANG ADIL, SEJAHTERA DAN BERDAULAT!!!
Semoga bermanfaat...

MERDEKA !!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar