Menurut saya, jenis kekuasaan yang
mendominasi Indonesia adalah jenis kekuasaan ekonomi. Dalam menganalisa permasalahan ini saya menggunakan toeri ”Hystory Materialism” dari Karl Marx.
Dalam teori ini, Marx dengan jelas mengungkapkan bagaimana suatu kekuasaan
ekonomi akan mempengaruhi semua jenis kekuasaan yang lain. Disini Marx menjelaskannya
dengan model “basis” dan “bangunan atas”. Dalam teori ini, Marx menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan “basis” adalah suatu tenagan-tenaga produktif dan
hubngan-hubungan produksi. Yang dimaksus dengan tenaga-tenaga produktif adalah
kekuatan yang dipakai masyarakat untuk mengubah dan mengerjakan alam, semisal
alat-alat kerja, keahlian manusia, serta teknologi. Dan yang dimaksud
hubungan-hubungan produksi dalam teori ini adalah hubungan kerja sama atau
pembagian kerja antara manusia yang
terlibat dalam proses-proses produksi. Sedangkan “bangunan atas” menurut Marx
adalah suatu tatanan institusional dan tatatanan kesadaran kolektif. Yang
dimaksud dari tatatanan institusional adalah segala macam lembaga yang mengatur
kehidupan masyarakat bersama diluar sistem produksi. Contohnya adalah hukum,
negara, pemerintahan, sistem pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan
tatatana kesadaran kolektif adalah suatu sistem kepercayaan, norma-norma dan
nilai yang memberikan kerangka pengertian, makna dan orientasi spritual kepada
usaha manusia. Contohnya adalah pandangan dunia, agama, filsafat, budaya dan
moralitas
.
Jika kita melihat pengertian dari
“basis” dan “bangunan atas” tersebut, hubungannya adalah “basis” mempengaruhi
“bangunan atas”. Artinya adalah struktur-struktur kekuaasaan yang merupakan
struktur kekuasaan ekonomi yang terbentuk akibat hubungan-hubungan produksi
dalam basis, mempengaruhi kekuasaan politis dan ideologis dalam “bangunan
atas”. Inilah inti dari teori materialisme dari Marx. Alasan mengapa “basis”
mempengaruhi “bangunan atas” adalah menurut Marx negara selalu mendukung
kelas-kelas atas dan agama serta sistem kepercayaan lainnya memberikan
legitimasi kepada kekuasaan kelas-kelas tersebut. Kelas-kelas atas yang
dimaksud oleh Marx adalah para pemiliki modal yang tentunya menguasai sektor
produksi sehinggan menguasai pula kekuasaan ekonomi. Jika kita melihat sejarah
dunia, pemilik modal selalu menguasai sektor ekonomi dan menguasai pula negara.
Hal ini dibuktikan di banyak sekali buku
yang megungkap tentang sejarah dunia, contohnya adalah keadaan paska revolusi
perancis dimana para pemilik modal dengan leluasanya menguasai negara. Dan yang
tidak kalah penting adalah teknologi atau alat-alat kerja yang ada dan
diciptakan manusia bukanlah dikembangkan menurut selera manusia, melainkan
terjadi di bawah tekanan-tekanan untuk berproduksi yang semakin efisien.
Setelah mengupas mengenai toeri yang
mendasari pemikiran saya mengenai kekuasaan ekonomi merupakan kekuasaan yang
mendominasi di Indonesia, kali ini saya akan menggambarkan implementasi teori
tersebut di Indonesia saat ini. Jika kita melihat sejarah perjalanan kekuasaan
yang ada di indonesia, dari mulai Orde Lama sampai dengan Orde Baru, kekuasaan
yang mendominasi adalah kekuasaan politik. Hal ini didasari pada begitu
dominannya presiden dalam menentukan kebijakan-kebijakan Negara. Memang
seakan-akan di era Orde Baru kekuasaan ekomoni yang mendominasi karena
munculnya pengusaha-pengusaha yang kaya dan mendominasi sektor publik yang
menyangkut hajat hidup orang banyak, akan tetapi semua pengusaha-pengusaha
tersebut merupakan bentukan dan di bawah komando dari Presiden lewat sistem
politik “Trickled Down Efect” yang digunakan oleh presiden Soeharto. Dan di era
roformasi, semua sistem berubah secara drastis. Kekuasaan politik yang sangat
mendominasi setiap kebijakan-kebijakan negara seakan luntur. Dan sangkaan pada
era Orde Baru dimana pengusaha-pengusaha yang menguasai sektor ekonomi
benar-benar berkuasa. Hal ini dikarenakan model pemerintahan yang tidak
memungkinkan Presiden masuk dan mengintervensi pengusaha-pengusaha tersebut
karena tidak memilki kekuasaan.
Untuk membuktikan bahwa kekuasaan
ekonomi merupakan jenis kekuasan yang mendominasi di Indonesia pada saat ini,
kita dapat melihat artikel di bawah ini:
Di Balik gagalnya
ESEMKA
Jakarta – Sejumlah kalangan menduga
kegagalan Esemka Rajawali alias mobil Esemka melakoni uji emisi sebagai bagian
dari upaya Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) menjegal program mobil nasional
(mobnas) yang tengah dirancang pemerintah. Kendati belum ada data resmi,
gagalnya uji emisi Esemka di Balai Thermodinamika Motor dan Propulsi (BTMP),
Tangerang Selatan, telah menimbulkan beragam spekulasi terkait persaingan
bisnis tak sehat antara ATPM dan produsen cikal-bakal mobnas.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources
Studies (IRESS) Marwan Batubara membenarkan adanya indikasi permainan dari ATPM
untuk menggagalkan kehadiran mobil nasional seperti mobil Esemka di pasar mobil
dalam negeri.“Ini bukanlah kejadian yang pertama kalinya yang dilakukan ATPM
untuk menggagalkan proyek kendaraan nasional kita. Ini sudah mendarah daging
sejak dahulu dan peran pihak asing yang juga ada di ATPM juga tidak dilepaskan
untuk upaya penggagalan ini,” teran Marwan kepada Neraca, Minggu (4/3).
Karena itu, lanjut Marwan, salah
satu solusinya adalah Presiden Susilo Bambang Yuhoyono harus berdiri di depan
untuk mengatakan bahwa proyek mobil nasional harus sukses. “SBY harus berani
mengatakan ini adalah proyek nasional yang perlu disukseskan,” tegasnya. Marwan
menegaskan, urusan gagalnya mobil Esemka lakoni uji emisi itu adalah masalah
kecil. “Kalau cuman urusan karbon yang dikeluarkan terlalu banyak, hal itu bisa
diatasi. Kita harus tetap dukung upaya pengembangannya agar menjadi lebih baik
lagi. Ini adalah bukan akhir dalam perjalanan mobil Esemka,” lugasnya.
Persaingan
Tak Sehat
Senada dengan Marwan, anggota Komisi
VI DPR Fraksi PDI Perjuangan Aria Bima membenarkan adanya dugaan dan potensi
persaingan tidak sehat antara ATPM dan produsen mobnas yang pada gilirannya
mengganjal langkah ketiga cikal-bakal mobnas, yakni mobnas Esemka Rajawali,
mobnas Kancil dan mobnas Gulirkan Energi Alternatif (GEA) untuk masuk dalam
perindustrian dan perdagangan mobil di Indonesia. “Tidak menutup kemungkinan
mendapat banyak kendala. Di sini ada juga kemungkinan persaingan yang tidak
sehat. Dari Jokowi (walikota Solo pemrakarsa Esemka Rajawali) sendiri saja
Esemka sudah memenuhi syarat. Makanya kami meminta data dari stakeholders
esemka secepatnya. Memang uji emisi juga butuh 1-2 kali,” tegas Aria, kemarin.
Namun sejauh ini, menurut Aria,
Komisi VI DPR sedang mengupayakan untuk menindaklanjuti kegagalan uji emisi
mobnas. Hari ini Komisi VI akan mengundang stakeholders Esemka untuk membahas
faktor-faktor yang membuat esemka gagal dalam uji emisi beberapa hari lalu.
Selanjutnya, dalam waktu dekat Komisi VI akan langsung terjun ke pabrik Esemka
untuk memantau produksi mobnas. “Besok (hari ini), kami undang dulu
stakeholders-nya dulu, kami kumpulkan data, mana-mana yang membuat Esemka
gagal. Hal-hal apa yang tidak dibuat lulus. Semua kita perbaiki. Tanggal 14-15
Maret ini juga kita terjun ke titik-titik pabriknya untuk langsung memantau
perkembangan mobnas,” jelasnya. Pandangan sedikit berbeda dikemukakan Muhammad
Qudrat Nugraha, dosen pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dia tidak
meyakini adanya penjegalan ATPM terhadap kehadiran mobil Esemka, dan berakibat
Esemka gagal uji kelayakan. “Kalau untuk Esemka, saya tidak yakin kalau ATPM
melakukan penjegalan, karena speknya terlalu kecil, itu justru akan
mengakibatkan nama ATPM-nya sendiri yang rusak,” tandasnya.
Menurut Qudrat, jika program mobil
murah dan ramah lingkungan (low cost green car-LCGC) Kementerian Perindustrian
dengan harga di bawah US$ 10 ribu atau Rp 100 juta terealisasi, maka dipastikan
ATPM akan ketar-ketir untuk bersaing dengan mobil nasional. Maklum, pastinya
ATPM tidak ingin pasarnya dirusak oleh program mobil nasional. ”Ini yang justru
dihawatirkan ATPM,” tegasnya. Terkait hal ini, Dirjen Industri Unggulan
Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi
mengatakan, tidak lulusnya mobil Esemka dalam uji emisi,memang lebih disebabkan
Esemka masih jauh dari ambang batas yang sudah ditetapkan. Menurut dia, banyak
mobil dari luar negeri yang datang ke Indonesia ditarik kembali karena tidak
lulus uji di Indonesia. “Sampai saat ini, saya tidak mememukan adanya
intervensi dari ATPM manapun. Apabila memang Esemka sudah memenuhi syarat,
pasti akan lulus uji tersebut karena kami semua mendukung mobil Esemka,”
ujarnya.
Dari tulisan di atas, kita dapat
memperoleh beberapa dugaan mengenai kasus gagalnya mibil ESEMKA ini. Terlepas
dari benar salahnya tulisan tersebut, yang perlu kita garis bawahi adalah
adanya ATPM yang bisa dengan bebas menjual kendaraan bermotor di Indonesia
tanpa ada saingannya. Padahal dengan tegas UUD 1945 mengamantkan bahwa segala
hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Dan
saya rasa kendaraan bermotor baik mobil maupun sepeda motor saat ini sudah
menjadi kebutuhan dari mayoritas masayarakat Indonesia, sehingga harus dikuasai
oleh Negara.
Dengan demikian, kita dapat
mengetahui betapa tidak berdayanya pemerintah dalam mengahadapi kekuasaan
pengusaha, yaitu kekuasaan ekonomi. Pemerintah yang katanya memegang kekuasaan
tertinggi yang diamanatkan rakyat tidak mampu menahan kuatnya kekuasaan ekonomi
yang dibawa oleh para pengusaha. Selain masalah ESEMKA, adanya komersialisasi
pendidikan juga menjadi bukti bahwa pemerintah takut pada pemodal. Selain itu,
dalam mencapai kekuasaan ekonomi lewat pemilihan umumpun, kekuatan ekonomilah
yang paling berperan. Dari mulai tingkatan Pilkades hingga Pilpres, money politic seakan menjadi jurus ampuh
bagi mereka yang ingin menang. Bahkan hukumpun bisa dibeli dengan uang.
Buktinya adalah bisa dengan bebasnya Gayus keluar masuk penjara. Kekuasaan
ekonomi lagi yang berperan. Jadi, jika ada orang yang berkata bahwa kekuasaan
politiklah yang mendominasi di Indonesia, maka orang tersebut hanya melihat
permukaan dari negeri ini saja, orang tersebut tidak pernah melihat ke dalam
dari sistem pemerintahan di Indonesia. Mau tidak mau dan sadar tidak sadar,
saat ini “urusan perut” merupakan tujuan utama manusia tapi tidak tahu besok
dan masa depan nanti. Semoga tidak seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar