Kamis, 16 Mei 2013

Kekuasaan Ekonomi Dominasi Kekuasaan di Indonesia



Menurut saya, jenis kekuasaan yang mendominasi Indonesia adalah jenis kekuasaan ekonomi. Dalam menganalisa  permasalahan ini saya menggunakan toeri ”Hystory Materialism” dari Karl Marx. Dalam teori ini, Marx dengan jelas mengungkapkan bagaimana suatu kekuasaan ekonomi akan mempengaruhi semua jenis kekuasaan yang lain. Disini Marx menjelaskannya dengan model “basis” dan “bangunan atas”. Dalam teori ini, Marx menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “basis” adalah suatu tenagan-tenaga produktif dan hubngan-hubungan produksi. Yang dimaksus dengan tenaga-tenaga produktif adalah kekuatan yang dipakai masyarakat untuk mengubah dan mengerjakan alam, semisal alat-alat kerja, keahlian manusia, serta teknologi. Dan yang dimaksud hubungan-hubungan produksi dalam teori ini adalah hubungan kerja sama atau pembagian kerja antara manusia  yang terlibat dalam proses-proses produksi. Sedangkan “bangunan atas” menurut Marx adalah suatu tatanan institusional dan tatatanan kesadaran kolektif. Yang dimaksud dari tatatanan institusional adalah segala macam lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat bersama diluar sistem produksi. Contohnya adalah hukum, negara, pemerintahan, sistem pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan tatatana kesadaran kolektif adalah suatu sistem kepercayaan, norma-norma dan nilai yang memberikan kerangka pengertian, makna dan orientasi spritual kepada usaha manusia. Contohnya adalah pandangan dunia, agama, filsafat, budaya dan moralitas
.
Jika kita melihat pengertian dari “basis” dan “bangunan atas” tersebut, hubungannya adalah “basis” mempengaruhi “bangunan atas”. Artinya adalah struktur-struktur kekuaasaan yang merupakan struktur kekuasaan ekonomi yang  terbentuk akibat hubungan-hubungan produksi dalam basis, mempengaruhi kekuasaan politis dan ideologis dalam “bangunan atas”. Inilah inti dari teori materialisme dari Marx. Alasan mengapa “basis” mempengaruhi “bangunan atas” adalah menurut Marx negara selalu mendukung kelas-kelas atas dan agama serta sistem kepercayaan lainnya memberikan legitimasi kepada kekuasaan kelas-kelas tersebut. Kelas-kelas atas yang dimaksud oleh Marx adalah para pemiliki modal yang tentunya menguasai sektor produksi sehinggan menguasai pula kekuasaan ekonomi. Jika kita melihat sejarah dunia, pemilik modal selalu menguasai sektor ekonomi dan menguasai pula negara. Hal ini dibuktikan  di banyak sekali buku yang megungkap tentang sejarah dunia, contohnya adalah keadaan paska revolusi perancis dimana para pemilik modal dengan leluasanya menguasai negara. Dan yang tidak kalah penting adalah teknologi atau alat-alat kerja yang ada dan diciptakan manusia bukanlah dikembangkan menurut selera manusia, melainkan terjadi di bawah tekanan-tekanan untuk berproduksi yang semakin efisien.
Setelah mengupas mengenai toeri yang mendasari pemikiran saya mengenai kekuasaan ekonomi merupakan kekuasaan yang mendominasi di Indonesia, kali ini saya akan menggambarkan implementasi teori tersebut di Indonesia saat ini. Jika kita melihat sejarah perjalanan kekuasaan yang ada di indonesia, dari mulai Orde Lama sampai dengan Orde Baru, kekuasaan yang mendominasi adalah kekuasaan politik. Hal ini didasari pada begitu dominannya presiden dalam menentukan kebijakan-kebijakan Negara. Memang seakan-akan di era Orde Baru kekuasaan ekomoni yang mendominasi karena munculnya pengusaha-pengusaha yang kaya dan mendominasi sektor publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak, akan tetapi semua pengusaha-pengusaha tersebut merupakan bentukan dan di bawah komando dari Presiden lewat sistem politik “Trickled Down Efect” yang digunakan oleh presiden Soeharto. Dan di era roformasi, semua sistem berubah secara drastis. Kekuasaan politik yang sangat mendominasi setiap kebijakan-kebijakan negara seakan luntur. Dan sangkaan pada era Orde Baru dimana pengusaha-pengusaha yang menguasai sektor ekonomi benar-benar berkuasa. Hal ini dikarenakan model pemerintahan yang tidak memungkinkan Presiden masuk dan mengintervensi pengusaha-pengusaha tersebut karena tidak memilki kekuasaan.
Untuk membuktikan bahwa kekuasaan ekonomi merupakan jenis kekuasan yang mendominasi di Indonesia pada saat ini, kita dapat melihat artikel di bawah ini:
Di Balik gagalnya ESEMKA
Jakarta – Sejumlah kalangan menduga kegagalan Esemka Rajawali alias mobil Esemka melakoni uji emisi sebagai bagian dari upaya Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) menjegal program mobil nasional (mobnas) yang tengah dirancang pemerintah. Kendati belum ada data resmi, gagalnya uji emisi Esemka di Balai Thermodinamika Motor dan Propulsi (BTMP), Tangerang Selatan, telah menimbulkan beragam spekulasi terkait persaingan bisnis tak sehat antara ATPM dan produsen cikal-bakal mobnas.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara membenarkan adanya indikasi permainan dari ATPM untuk menggagalkan kehadiran mobil nasional seperti mobil Esemka di pasar mobil dalam negeri.“Ini bukanlah kejadian yang pertama kalinya yang dilakukan ATPM untuk menggagalkan proyek kendaraan nasional kita. Ini sudah mendarah daging sejak dahulu dan peran pihak asing yang juga ada di ATPM juga tidak dilepaskan untuk upaya penggagalan ini,” teran Marwan kepada Neraca, Minggu (4/3).
Karena itu, lanjut Marwan, salah satu solusinya adalah Presiden Susilo Bambang Yuhoyono harus berdiri di depan untuk mengatakan bahwa proyek mobil nasional harus sukses. “SBY harus berani mengatakan ini adalah proyek nasional yang perlu disukseskan,” tegasnya. Marwan menegaskan, urusan gagalnya mobil Esemka lakoni uji emisi itu adalah masalah kecil. “Kalau cuman urusan karbon yang dikeluarkan terlalu banyak, hal itu bisa diatasi. Kita harus tetap dukung upaya pengembangannya agar menjadi lebih baik lagi. Ini adalah bukan akhir dalam perjalanan mobil Esemka,” lugasnya.

Persaingan Tak Sehat

Senada dengan Marwan, anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI Perjuangan Aria Bima membenarkan adanya dugaan dan potensi persaingan tidak sehat antara ATPM dan produsen mobnas yang pada gilirannya mengganjal langkah ketiga cikal-bakal mobnas, yakni mobnas Esemka Rajawali, mobnas Kancil dan mobnas Gulirkan Energi Alternatif (GEA) untuk masuk dalam perindustrian dan perdagangan mobil di Indonesia. “Tidak menutup kemungkinan mendapat banyak kendala. Di sini ada juga kemungkinan persaingan yang tidak sehat. Dari Jokowi (walikota Solo pemrakarsa Esemka Rajawali) sendiri saja Esemka sudah memenuhi syarat. Makanya kami meminta data dari stakeholders esemka secepatnya. Memang uji emisi juga butuh 1-2 kali,” tegas Aria, kemarin.
Namun sejauh ini, menurut Aria, Komisi VI DPR sedang mengupayakan untuk menindaklanjuti kegagalan uji emisi mobnas. Hari ini Komisi VI akan mengundang stakeholders Esemka untuk membahas faktor-faktor yang membuat esemka gagal dalam uji emisi beberapa hari lalu. Selanjutnya, dalam waktu dekat Komisi VI akan langsung terjun ke pabrik Esemka untuk memantau produksi mobnas. “Besok (hari ini), kami undang dulu stakeholders-nya dulu, kami kumpulkan data, mana-mana yang membuat Esemka gagal. Hal-hal apa yang tidak dibuat lulus. Semua kita perbaiki. Tanggal 14-15 Maret ini juga kita terjun ke titik-titik pabriknya untuk langsung memantau perkembangan mobnas,” jelasnya. Pandangan sedikit berbeda dikemukakan Muhammad Qudrat Nugraha, dosen pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dia tidak meyakini adanya penjegalan ATPM terhadap kehadiran mobil Esemka, dan berakibat Esemka gagal uji kelayakan. “Kalau untuk Esemka, saya tidak yakin kalau ATPM melakukan penjegalan, karena speknya terlalu kecil, itu justru akan mengakibatkan nama ATPM-nya sendiri yang rusak,” tandasnya.
Menurut Qudrat, jika program mobil murah dan ramah lingkungan (low cost green car-LCGC) Kementerian Perindustrian dengan harga di bawah US$ 10 ribu atau Rp 100 juta terealisasi, maka dipastikan ATPM akan ketar-ketir untuk bersaing dengan mobil nasional. Maklum, pastinya ATPM tidak ingin pasarnya dirusak oleh program mobil nasional. ”Ini yang justru dihawatirkan ATPM,” tegasnya. Terkait hal ini, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi mengatakan, tidak lulusnya mobil Esemka dalam uji emisi,memang lebih disebabkan Esemka masih jauh dari ambang batas yang sudah ditetapkan. Menurut dia, banyak mobil dari luar negeri yang datang ke Indonesia ditarik kembali karena tidak lulus uji di Indonesia. “Sampai saat ini, saya tidak mememukan adanya intervensi dari ATPM manapun. Apabila memang Esemka sudah memenuhi syarat, pasti akan lulus uji tersebut karena kami semua mendukung mobil Esemka,” ujarnya.

Dari tulisan di atas, kita dapat memperoleh beberapa dugaan mengenai kasus gagalnya mibil ESEMKA ini. Terlepas dari benar salahnya tulisan tersebut, yang perlu kita garis bawahi adalah adanya ATPM yang bisa dengan bebas menjual kendaraan bermotor di Indonesia tanpa ada saingannya. Padahal dengan tegas UUD 1945 mengamantkan bahwa segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Dan saya rasa kendaraan bermotor baik mobil maupun sepeda motor saat ini sudah menjadi kebutuhan dari mayoritas masayarakat Indonesia, sehingga harus dikuasai oleh Negara.
Dengan demikian, kita dapat mengetahui betapa tidak berdayanya pemerintah dalam mengahadapi kekuasaan pengusaha, yaitu kekuasaan ekonomi. Pemerintah yang katanya memegang kekuasaan tertinggi yang diamanatkan rakyat tidak mampu menahan kuatnya kekuasaan ekonomi yang dibawa oleh para pengusaha. Selain masalah ESEMKA, adanya komersialisasi pendidikan juga menjadi bukti bahwa pemerintah takut pada pemodal. Selain itu, dalam mencapai kekuasaan ekonomi lewat pemilihan umumpun, kekuatan ekonomilah yang paling berperan. Dari mulai tingkatan Pilkades hingga Pilpres, money politic seakan menjadi jurus ampuh bagi mereka yang ingin menang. Bahkan hukumpun bisa dibeli dengan uang. Buktinya adalah bisa dengan bebasnya Gayus keluar masuk penjara. Kekuasaan ekonomi lagi yang berperan. Jadi, jika ada orang yang berkata bahwa kekuasaan politiklah yang mendominasi di Indonesia, maka orang tersebut hanya melihat permukaan dari negeri ini saja, orang tersebut tidak pernah melihat ke dalam dari sistem pemerintahan di Indonesia. Mau tidak mau dan sadar tidak sadar, saat ini “urusan perut” merupakan tujuan utama manusia tapi tidak tahu besok dan masa depan nanti. Semoga tidak seperti itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar