Abdi
Negara bukanlah kat-kata yang asing terdengar ditelinga kita. Kata-kata ini
sering kali kita dengar terutama dari mulut maupun tulisan-tulisan mereka yang
bekerja di pemerintahan. Memang benar, orang-orang berseragam tersebut memang
disebut sebagai Abdi Negara, yaitu orang-orang yang melayani Negara ini. Bukan
hanya mereka yang berseragam yang ada di Kantor-kator pemerintah yang disebut
sebagai abdi Negara, akan tetapi orang-orang lain yang memang setia pada Negara
ini dan merasa telah berbuat sesuatu pada Negara juga ingin pula disebut abdi
Negara. Berdasarkan paradigma terbaru dalam Ilmu Administrasi Negara, memang
Pegawai-pegawai Pemerintahan atau istilah formalnya disebut Aparatur Negara
selalu dituntut untuk menjadi Abdi Negara, untuk menjadi pelayan Negara dan
setia bekerja pada Negara. Jadi, mahasiswa-mahasiswa Administrasi Negara atau
administrasi publik, selalu diajarkan untuk menjadi Abdi Negara. Sudah menjadi
rahasia umum juga bahwa di Indonesia, pekerjaan yang paling diminati adalah
menjadi Pegawai Negeri Sipil atau PNS. Dengan kata lain bahwa pekerjaan sebagai
Abdi Negara sangat diminati di Negeri ini.
Secara
harfiah Abdi Negara terdiri dari kata Abdi yang bararti pelayan atau pekerja,
serta kata Negara yang merujuk pada organisasi pemerintahan sebuah Bangsa.
Dengan demikian Abdi Negara adalah seorang yang bekerja atau melakukan sesuatu
untuk melayani Negara. Abdi Negara memang sangat dibutuhkan bagi jalannya
sebuah Negara itu sendiri. Karena tanpa Andi Negara-Abdi Negara tersebut,
pekerjaan-pekerjaan pemerintah tidak akan bisa berjalan secara maksimal atau
bahkan pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak akan bisa dilaksanakan. Dengan adanya
abdi Negara, kita tidak harus membuat kebutuhan sebagai Warga negara sendiri,
seperti membuat KTP, Paspor, dan lain-lain. Bayangkan jika mereka tidak ada?
Oleh karena itu, kehadiran Abdi Negara wajib hukumnya ada dalam sebuah Negara
dan harus diistimewakan dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang lain. Apa
benar demikian? Apa benar Abdi Negara adalah sebuah pekerjaan yang sangat
penting? Atau mereka malah membuat fungsi Negara malah terhambat?
Memang
banyak perdebatan dikalangan akedemisi mengenai pemahaman yang harus ditanamkan
kepada setiap Aparatur Negara di Negeri ini. Sebuah pemahaman bahwa mereka
merupakan Abdi Negara sudah melekat dan menginternalisasi dalam pemikiran
mereka. Begitu pula calon-calon Aparatur Negara yang ada saat ini juga masih
menganggap bahwa jika mereka bekerja di oemerintahan atau sebagai Pegawai
Negeri Sipil, maka mereka sudah menjadi Abdi Negara. Perdebatan yang ada saat
ini terjadi adalah apakah mereka dididik sebagai Abdi Negara atau sebagai Abdi
Masyarakat? Perdebatan ini mulai muncul ketika para Aparatur Negara dalam
memberkan pelayanan terhadap masyarakat dinilai kurang optimal. Kekurang
optimalan pelayanan yang mereka berikan disnyalir muncul atau tumbuh akibat
pemahaman pekerjaan mereka sebagai Abdi Negara bukan Abdi Masyarakat. Pemahaman
sebagai Abdi Negara ini secara langsung maupun tidak langsung berakibat pada
motivasi mereka bekerja adalah untuk melayani Negara. Hal ini membuat orientasi
mereka adalah kesuksesan pekerjaan Negara bukan kepuasan Masyarakat. Padahal
mau tidak mau kita harus menyadari bahwa tujuan Negara saat ini belum tentu
pula berbanding lurus dengan tujuan masyarakat pada umumnya. Meskipun belum ada
penelitian yang menyebutkan bahwa penyebutan mereka sebagai Abdi Negara
berakibat pada kualitas pelayanan pada masyarakat, akan tetapi secara
psikologis hal ini mungkin saja terjadi.
Sekarang
yang menjadi pertanyaan adalah pentingkah hal ini diubah? Jika dilihat dari
sudut pandang fungsinya, mungkin hal ini bukanlah hal yang prinsip. Mengapa
demikian? Karena hal ini hanyalah persoalan penyebutan atau julukan. Bagaimanapun
julukannya, jika manusianya memang berkompeten tentu pelayanan yang mereka
berikan akan mampu memuaskan masyarakat. Seperti yang sudah saya uraikan di
atas bahwa hal ini bukan hanya persoalan penyebutan semata, tetapi juga sudah
masuk ke ranah psikologis mereka atau bahkan bisa saja menjadi sebuah ideologi
bagi mereka. Jika hal ini sudah menajadi sebuah ideologi yang melandasi setiap
perbuatan dan sikap mereka, tentu hal ini tidak dapat dibiarkan saja.
Beberapa
waktu lalu ide untuk perubahan mengenai sebuatan Aparatur Negara dari Abdi
Negara menjadi Abdi Masyarakat dikemukakan oleh beberapa tokoh dalam bidang
keilmuan Administrasi Negara. Perubahan ini ditujukan untuk memperbaiki image
Aparatur Negara serta orientasi mereka dalam bekerja. Harapannya adalah ketika
mereka sudah berubah menjadi Abdi Masyarakat bukan sebagai Abdi Negara,
orientasi bekerja mereka berubah dari memenuhi tugas Negara menjadi memuaskan
masyarakat. Mengapa Andi Masyarakat? Secara harfiah Abdi Masyarakat mempunyai
makna pelayan masyarakat. Dengan berubahnya pendangan atau pemahaman mereka
mengenai pekrjaan yang mereka lakukan, memang diharapkan Aparatur Negara benar-benar tulus melayani masyarakat.
Tidak hanya sekadar mengabdi kepada Negara tetapi juga lebih mengabdi kepada
masyarakat. Ide baru ini tidak boleh berhenti sampai pada Aparatur Negara saja,
tetapi calon-calon Aparatur Negara juga harus ditanamkan hal serupa agar ketika
merka sudah menjadi Aparatur Negara mereka sudah siap dengan apa yang harus
dilakukan.
Sebagai
penutup saya akan mengutip sebuah pernyataandari Paulo Freire “ Kita berbicara soal Rakyat, tapi kita tidak
pernah mempercayai Rakyat. Padahal kepercayaan terhadap Rakyat adalah modal
utama bagi jalannya Revolusi.” lewat
pernyataan ini kita dapat mengambil sebuah pelajaran bahwa kita harus berbuat
sesuatu pada masyarakat untuk mencapai tujuan Negara, bukan berbuat sesuatau
pada Negara untuk mencapai tujuan masyarakat.
Semoga Bermanfaat....
MERDEKA!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar