Selasa, 02 Juli 2013

Perlukah Sekolah Kawasan????



Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB Kota Surabaya sudah selesai. Jika dilihat dari tahun lalu, PPDB tahun ini memang sedikit berbeda. Adanya TPA atau Tes Potensi Akademik bagi siswa yang ingin masuk Sekolah Kawasan menjadi pembeda PPDB tahun ini dengan tahun lalu. Dalam hal implementasi memang banyak terjadi kekurangan karena memang pelaksanaan TPA merupakan hal yang baru bagi PPDB di Kota Surabaya. Kekurangan yang cukup  terlihat adalah kurang  mengenalnya siswa terhadap soal-soal TPA. Hal ini bisa dikatakan merupakan kurangnya sosialisasi dari Dispendik perihal soal-soal TPA ini. Selain itu, semuanya bisa dikatakan baik.  Dimasukkannya TPA dalam PPDB merupakan suatu kebijakan yang bisa diacungi jempol. Hal ini karena dengan TPA kita dapat mengetahui seberapa baik kualitas akademik yang dimiliki seorang siswa. Jadi, hal ini bisa meningkatkan kualitas sekolah negeri yang selama ini tertinggal oleh sekolah-sekolah swasta.
Pada kesempatan kali ini, saya tidak akan membahas mengenai pengadaan TPA pada proses PPDB di Kota Surabaya. Yang akan saya bahas kali ini adalah mengenai kebijakan Dispendik tentang diadakannya Sekolah Kawasan. Memang kebijakan ini bukanlah kebijakan yang baru di Surabaya. Yang dimaksud  sekolah Kawasan adalah sebuah sekolah yang digunkan sebagai sentrum pendidikan di kawasan-kawasan yang ada di Surabaya seperti, kawasan Surabaya Barat, Timur, Utara, dan Selatan. Kawasan-kawasan tersebut akan diwakili atau memiliki satu sekolah kawasan. Sekolah yang menjadi sekolah kawasan tersebut tentu saja memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan sengan sekolah reguler atau sekolah lain dalam kawasan tersebut. Jadi, sekolah kawasan bisa dikatakan merupakan sekolah unggulan di kawasan tersebut walaupun Dispendik tidak ingin menyebut sekolah kawasan sebagai sekolah unggulan.
Alasan adanya sekolah kewasan adalah untuk pemerataan kualitas pendidikan di Kota Surabaya. Dengan adanya sekolah kawasan di masing-masing kawasan yang ada di Kota Surabaya, diharapkan tidak terjadi penumpukan pendaftar di satu sekolah saja atau di satu kawasan saja. Jadi, siswa bisa mengakses pendidikan yang berkualitas lebih dekat dengan tempat tinggal mereka. Jika dilihat dari tujuan adanya sekolah kawasan ini memang sangat bermanfaat bagi pemerataan pendidikan di Kota Surabaya, akan tetapi sekolah kawasan juga akan menimbulkan suatu diskriminasi pendidikan antara  sekolah kawasan dengan sekolah reguler.
Diskriminasi yang saya maksud disini adalah akan ada yang namanya “anak emas” bagi sekolah kawasan. Dan hal ini akan membuat pemerintah cenderung lebih memperhatikan sekolah kawasan tersebut dari pada sekolah reguler. Selain itu, kebijakan seperti ini akan terkesan merendahkan derajat sekolah reguler karena jika ingin masuk sekolah kawasan harus melewati TPA dulu sedangkan untuk masuk sekolah reguler tidak perlu melewati TPA. Jadi, bisa dikatakan bahwa sekolah reguler merupakan sekolahnya siswa yang kurang pintar dan kuurang “bejo”. Memang hal  tersebut akan membuat sekolah-sekolah saling berkompetisi dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas untuk menjadi sekolah kawasan, akan tetapai hal ini juga akan membuat sekolah “menghalalkan” berbagai cara agar tujuannya untuk menjadi sekolah kawasan tercapai. Hal ini sama juga dengan adanya RSBI, SBI maupun Sekolah Internasional yang pernah dan masih dilaksanakan oleh pemerintah. Sekolah-sekolah saling berlomba-lomba untuk meningkatkan mutu SEKOLAH bukan mutu siswanya meskipun mutu siswa juga menjadi salah satu indikator penilaian akan tetapi hanya sedikit pengaruhnya karena indikator dengan nilai terbesar adalah manajemen sekolah.
Feodalisme pendidikan yang seperti ini saya rasa akan membuat pendidikan ini menjadi semakin liberal dan komersil. Padahal pendidikan yang diharapkan ada di Indonesia adalah pendidikan yang murah, ilmiah, demokratis, dan bervisi kerakyatan. Jadi, sekolah-sekolah tidak direpotkan  dengan “label” saja, tetapi akan berkonsentrasi pada kualitas siswanya. Kesimpulan yang saya ambil dari adanya kebijakan baru pemerintah Kota Suarabaya ini adalah tidak perlu adanya pemberian "label-label" sekolah karena itu akan membuat suatu feodalisme pendidikan dengan alasan yang sudah saya utarakan di atas. Dan solusi yang saya ingin sampaikan adalah pemerintah memberikan perhatian yang lebih besar kepada sekolah yang masih tertinggal dan menjaga sekolah yang sudah baik kualitasnya. Hal ini diharapkan agar sekolah ynag tertinggal tersebut mampu menyamai kualitas sekolah yang sudah baik sehingga tercipta pemerataan pendidikan yang dimaksudkan pemerintah. Sekolah bisa menjalankan fungsinya sebagai lembaga untuk memanusiakan manusia sehingga tercipta suatu masyarakat yang adil dan sejahtera.
Semoga bermanfaat...
MERDEKA !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar