Penerimaan
Peserta Didik Baru atau PPDB Kota Surabaya sudah selesai. Jika dilihat
dari tahun lalu, PPDB tahun ini memang sedikit berbeda. Adanya TPA atau Tes
Potensi Akademik bagi siswa yang ingin masuk Sekolah Kawasan menjadi pembeda
PPDB tahun ini dengan tahun lalu. Dalam hal implementasi memang banyak terjadi
kekurangan karena memang pelaksanaan TPA merupakan hal yang baru bagi PPDB di
Kota Surabaya. Kekurangan yang cukup
terlihat adalah kurang
mengenalnya siswa terhadap soal-soal TPA. Hal ini bisa dikatakan
merupakan kurangnya sosialisasi dari Dispendik perihal soal-soal TPA ini.
Selain itu, semuanya bisa dikatakan baik. Dimasukkannya TPA dalam PPDB merupakan suatu
kebijakan yang bisa diacungi jempol. Hal ini karena dengan TPA kita dapat
mengetahui seberapa baik kualitas akademik yang dimiliki seorang siswa. Jadi,
hal ini bisa meningkatkan kualitas sekolah negeri yang selama ini tertinggal
oleh sekolah-sekolah swasta.
Pada
kesempatan kali ini, saya tidak akan membahas mengenai pengadaan TPA pada
proses PPDB di Kota Surabaya. Yang akan saya bahas kali ini adalah mengenai
kebijakan Dispendik tentang diadakannya Sekolah Kawasan. Memang kebijakan ini
bukanlah kebijakan yang baru di Surabaya. Yang dimaksud sekolah Kawasan adalah sebuah sekolah yang
digunkan sebagai sentrum pendidikan di kawasan-kawasan yang ada di Surabaya
seperti, kawasan Surabaya Barat, Timur, Utara, dan Selatan. Kawasan-kawasan
tersebut akan diwakili atau memiliki satu sekolah kawasan. Sekolah yang menjadi
sekolah kawasan tersebut tentu saja memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan
sengan sekolah reguler atau sekolah lain dalam kawasan tersebut. Jadi, sekolah
kawasan bisa dikatakan merupakan sekolah unggulan di kawasan tersebut walaupun
Dispendik tidak ingin menyebut sekolah kawasan sebagai sekolah unggulan.
Alasan adanya
sekolah kewasan adalah untuk pemerataan kualitas pendidikan di Kota Surabaya.
Dengan adanya sekolah kawasan di masing-masing kawasan yang ada di Kota
Surabaya, diharapkan tidak terjadi penumpukan pendaftar di satu sekolah saja
atau di satu kawasan saja. Jadi, siswa bisa mengakses pendidikan yang
berkualitas lebih dekat dengan tempat tinggal mereka. Jika dilihat dari tujuan
adanya sekolah kawasan ini memang sangat bermanfaat bagi pemerataan pendidikan
di Kota Surabaya, akan tetapi sekolah kawasan juga akan menimbulkan suatu
diskriminasi pendidikan antara sekolah
kawasan dengan sekolah reguler.
Diskriminasi
yang saya maksud disini adalah akan ada yang namanya “anak emas” bagi sekolah
kawasan. Dan hal ini akan membuat pemerintah cenderung lebih memperhatikan
sekolah kawasan tersebut dari pada sekolah reguler. Selain itu, kebijakan
seperti ini akan terkesan merendahkan derajat sekolah reguler karena jika ingin
masuk sekolah kawasan harus melewati TPA dulu sedangkan untuk masuk sekolah
reguler tidak perlu melewati TPA. Jadi, bisa dikatakan bahwa sekolah reguler
merupakan sekolahnya siswa yang kurang pintar dan kuurang “bejo”. Memang
hal tersebut akan membuat
sekolah-sekolah saling berkompetisi dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas
untuk menjadi sekolah kawasan, akan tetapai hal ini juga akan membuat sekolah
“menghalalkan” berbagai cara agar tujuannya untuk menjadi sekolah kawasan
tercapai. Hal ini sama juga dengan adanya RSBI, SBI maupun Sekolah
Internasional yang pernah dan masih dilaksanakan oleh pemerintah.
Sekolah-sekolah saling berlomba-lomba untuk meningkatkan mutu SEKOLAH bukan
mutu siswanya meskipun mutu siswa juga menjadi salah satu indikator penilaian
akan tetapi hanya sedikit pengaruhnya karena indikator dengan nilai terbesar
adalah manajemen sekolah.
Feodalisme
pendidikan yang seperti ini saya rasa akan membuat pendidikan ini menjadi
semakin liberal dan komersil. Padahal pendidikan yang diharapkan ada di
Indonesia adalah pendidikan yang murah, ilmiah, demokratis, dan bervisi
kerakyatan. Jadi, sekolah-sekolah tidak direpotkan dengan “label” saja, tetapi akan
berkonsentrasi pada kualitas siswanya. Kesimpulan yang saya ambil dari adanya
kebijakan baru pemerintah Kota Suarabaya ini adalah tidak perlu adanya pemberian
"label-label" sekolah karena itu akan membuat suatu feodalisme pendidikan dengan
alasan yang sudah saya utarakan di atas. Dan solusi yang saya ingin sampaikan
adalah pemerintah memberikan perhatian yang lebih besar kepada sekolah yang
masih tertinggal dan menjaga sekolah yang sudah baik kualitasnya. Hal ini
diharapkan agar sekolah ynag tertinggal tersebut mampu menyamai kualitas
sekolah yang sudah baik sehingga tercipta pemerataan pendidikan yang
dimaksudkan pemerintah. Sekolah bisa menjalankan fungsinya sebagai lembaga
untuk memanusiakan manusia sehingga tercipta suatu masyarakat yang adil dan
sejahtera.
Semoga bermanfaat...
MERDEKA !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar