Sebagai
seorang mahasiswa baik yang masih baru maupun yang sudah lama, istilah Agent of Change bukanlah hal yang asing
bagi kita semua. Mulai dari pertama kali mengikuti PKKMB (Pengenalan Kehidupan
Kampus Mahasiswa Baru) yang dilakukan oleh Kakak-kakak BEM maupun HIMA sudah
sering sekali menyampaikan istilah ini kepada kita. Bahkan setelah lama menjadi
mahasiswa, istilah ini juga masih melekat dalam benak kita semua, terutama bagi
kawan-kawan mahasiswa yang aktif dalam organisasi yang kebanyakan orang
menyebutnya Aktivis.
Secara
harfiah istilah Agent of Change
berasal dari bahasa Inggris yang berarti “Pembawa Perubahan”. Dengan demikian
dapat kita asumsikan bahwa mahasiswa merupakan pembawa perubahan. Perubahan
yang dimaksud merupakan perubahan pada kondisi lingkungan dimana mahasiswa
tersebut berada, bisa di Kampus, tempat kos, maupun lingkungan yang ada di
rumah masing-masing. Memang secara harfiah tidak dijelaskan perubahan apa yang
diinginkan, apakah perubahan yang bersifat konstruktif, maupun yang bersifat
destruktif.
Sampai
saat ini sekitar satu tahun lebih tiga bulanan sejak saya mendengar istilah
ini, saya belum tahu siapa yang pertama kali mencetuskan Agent of Change ini.
Setelah beberapa kali browsing dan membaca buku mengenai sejarah gerakan mahasiswapun
saya belum menemukan orang yang pertama kali mencetuskan istilah yang banyak
menginspirasi mahasiswa-mahasiswa baru untuk ikut aktif dalam menjalankan
perannya sebagai mahasiswa. Dari beberapa situs mapun buku yang saya baca,
tidak ada satupun yang menjelaskan siapa orangnya, kebanyakan hanya menjelaskan
konten beserta maksudnya saja tanpa menulis tokohnya.
Terlepas
dari itu semua, yang menjadi titik berat dalam tulisan saya kali ini adalah
mengenai uji kebenaran apakah sudah selayaknya mahasiswa mengemban hal yang
sebesar ini? Dari beberapa sumber dengan argumentasi bahwa mahasiswa merupakan
kelompok masyarakat yang cerdas dan memiliki wawasan luas dengan
gagasan-gagasan yang ilmiah, maka Agent
of Change memang layak diberikan
kepada mahasiswa. Bahkan Bung Karno, dalam salah satu tulisannya pernah
mengatakan bahwa revolusi selalu diawali oleh kaum intelektual. Kaum
intelektual yang dimaksud tentu saja tidak terlepas dengan yang mnamanya
mahasiswa. Dari kebangkitan nasional
yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo, Sumpah Pemuda, hinggan Proklamasi
kemerdekaan tidak pernah terlepas dari peran sarjana-sarjana muda dan mahasiswa
atau kaum inteelktual tersebut. Dan kita tidak bisa memungkiri bahwa gelar Agent of Change memang sangatlah pas
bagi mahasiswa dibendingkan dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
Beberapa
waktu lalu, ada salah seorang teman yang berkata bahwa “apakah mahasiswa sudah
menjalankan perannya sebagai Agent of
Change? Kalau memang sudah ya syukurlah, tapi kalau belum berarti gelar Agent of Change bagi mahasiswa hanyalah
mitos.” Pertanyaan dan penyataan teman saya tadi sontak menampar benak saya dan
membuat saya kembali bertanya mengenai hal tersebut. Hal ini diperkuat dengan kondisi
mahasiswa saat ini yang hanya terjebak dengan nilai-nilai pragmatisme. Memang
kebutuhan saat ini kita mahasiswa dituntut untuk sesegera mungkin lulus, akan
tetapi saya rasa hal tersebut tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk lupa
peran kita sebagai Agent of Change. Walaupun
tidak jelas asal-usulnya, tapi paling tidak peran sebagai Agent of Change ini kita laksanakan. Janganlah seakan-akan kita
tidak melihat kondisi masayarakat yang ada di sekitar kita. Janganlah kita
menjadi egois dan angkuh dengan melupakan mereka yang kian hari kian tertindas.
Kita tidak boleh hanya diam dengan segala kemampuan dan upaya yang kita miliki
dan bisa kita lakukan sebagai seorang mahasiswa.
Samapai
hari inipun saya masih bingung siapa yang salah? Tapi terlepas dari itu semua,
kita harus mulai bangkit dari sikap engkuh dan egois kita. Kita tidak boleh
lupa dengan peran dan gelar agung kita sebagai mahasiswa yang merupakan Agent of Change. Kita harus tunjukan
kepada lingkungan kita bahwa mahasiswa sebagai Agent of Change bukanlah “mitos”. Kita harus menunjukkan bahwa kita
memang pantas dengan gekar tersebut. Namun yang tidak boleh kita lupakan adalah
kita tidak boleh terjebak dengansimbol-simbol dan gelar kita. Yang harus lebih
kita tekankan adalah praktik dan implementasi kita, bukan hanya menyombongkan
simbol-simbol saja. Terima kasih...... Semoga bermanfaat..........
MERDEKA !!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar